-
Kata Abock Busup Setiap Distrik di Yahukimo Punya Potensi
JAYAPURA (Bisnis Papua) – Pemerintah Kabupaten Yahukimo saat ini terus mendorong peningkatan potensi beberapa distrik dari 51 distrik yang ada seperti Kurima, Tangma dan Anggruk.
Seperti yang dikatakan Bupati Yahukimo Abock Busup, di Jayapura, Senin (14/1/2019), untuk Distrik Kurima, pihaknya menginstruksikan masyarakat untuk menanam dan mengembangkan potensi perkebunan kopi lokal berjenis arabika.
“Sehingga di Distrik Tangma ini kami sebut sebagai kampung kopi mengingat banyaknya masyarakat menanam tanaman tersebut,”terangnya.
Menurut Abock, untuk sayur-sayuran, kol dan wortel akan difokuskan di Distrik Kurima, sedangkan buah merah diinstruksikan ditanam di Distrik Anggruk.
“Untuk peternakan seperti babi, ayam dan ikan bisa difokuskan di Distrik Korupun, khususnya untuk ikan mas,” ujarnya.
Lebih jauh dijelaskannya instruksi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan perekonomian masyarakat di distrik-distrik hingga ke kampung-kampung.
“Selain itu, peningkatan potensi ini juga untuk meningkatkan gizi anak-anak melalui bahan makanan pokok yang dikembangkan oleh masyarakat di masing-masing distrik,” katanya lagi.
Lanjutnya, upaya peningkatan masing-masing distrik ini menggunakan dana desa yang didistribusikan oleh pemerintah ke masing-masing kabupaten. (Julia)
-
Pemuda Papua harus memiliki ‘skill’ wirausaha
Jayapura, Jubi – Pengusaha Kedai Nori Jayapura, Surya Darma Sinulingga mengatakan dengan makin banyaknya pelatihan usaha bagi pemuda di Papua membuktikan bahwa wirausaha muda di Papua membutuhkan pelatihan khusus pengembangan keterampilan usaha.
“Seperti saya di bidang usaha kopi sudah banyak mendapatkan pelatihan, baik dari pegiat kopi maupun dari sponsor luar,” ujarnya saat ditemui Jubi di Kotaraja, Jayapura, Jumat (30/10/2020).
Pengembangan keterampilan, kata Surya, sangat penting, karena keterampilan bagian tak terpisahkan dari pengembangan diri. Sebab, orang boleh saja memiliki pendidikan tinggi, tapi belum tentu memiliki keterampilan (skill).
“Nah, ada teman-teman yang sekolahnya tidak tinggi, tapi mau belajar barista, jadi mereka bisa punya skill,” katanya.
Di antara caranya, menurut Surya, adalah bergelut di bisnis makanan dan minuman. Hal itu tidak terlalu sulit karena yang terpenting adalah memahami pola bisnisnya. Selain itu harus banyak mengikuti pelatihan di bidang tersebut, seperti pelatihan menjadi barista atau pelatihan memasak untuk menjadi seorang chef.
“Kebetulan seperti saya membangun kedai Nori sendiri, itu semuanya saya yang tangani, mulai dari pelatihan barista maupun bagian dapur,” ujarnya.
Menurut Sury setiap bisnis membutuhkan waktu pelatihan yang berbeda-beda. Setidaknya bisa mengerti dan mampu menguasai dasar-dasar sebuah bisnis.
Sedangkan pelatihan barista membutuhkan waktu pelatihan sebulan, karena melatih keterampilan harus selengkah demi selangkah.
“Teman-teman yang saya latih ini dalam sebulan sudah saya lepas, setidaknya mereka paham dasarnya dulu, seperti pengenalan equip dan tools barista, mulai dari situ,” katanya.
Agar sebuah bisnis bisa bertahan dan menarik bagi pelanggan maupun investor harus memiliki perencanaan yang matang. Harus jelas produk yang ditawarkan, sasaran bisnis, dan kelebihan produk tersebut.
“Karena bisnis seperti cafe shop itu paling lama bertahan tiga tahun, makanya harus inovatif dan kreatif,” ujarnya.
Tantangan yang paling rumit dalam berbisnis, kata Surya, berasal dari diri sendiri. Di bisnis makanan dan minuman mengharuskan update informasi, melakukan inovasi ide, dan tetap kreatif.
Mengatasi penurunan penjualan di masa pandemi Covid-19, menurut Surya bisa dilakukan dengan cara melayani pesanan antar, baik dari rumah maupun kantor swasta dan pemerintah.
“Kami hanya bisa menjual 40 cup per hari di masa pandemi, tapi kami atasi kekurangan ini dengan mengambil katering makanan, walaupun kecil setidaknya bisa survive,” katanya.
Menurut Surya dalam berbisnis harus bisa memanfaatkan media sosial, karena media sosial mampu meningkatkan penjualan. Terlebih di era digital ini orang tidak terlepas dari gawai dan menghabiskan banyak waktu dengannya.
“Lewat media sosial pesanan kopi bisa 5 sampai 10 cup per hari, kalau makanan cukup banyak, bisa 20 sampai 25 kotak per hari,” ujarnya.
Surya sudah lima tahun bergelut di bidang usaha kopi. Ia mengawali semasa kuliah di Bandung. Karena kurang pemasukan dan kebetulan saat itu teman-teman kosnya semua pengusaha kopi. Ia ikut bergabung dan lema-kelamaan tertarik dan memulainya di Bandung, kemudian Medan dan akhirnya di Jayapura apda 2017.
“Saya mulai dari pinggiran jalan selama enam sampai delapan bulan, kemudian mencoba menggaet investor,” katanya.
Menurut Surya kemampuan barista tidak didapatkan secara formal, melainkan melalui pelatihan kopi dasar dan badan sertifikasi barista nasional.
Surya berharap pemuda Papua yang ingin membangun usaha tidak hanya mengikuti tren, melainkan harus betul-betul konsisten dan harus berjiwa usaha.
“Kalau hanya punya modal dan ikut tren tidak usahlah, nanti malah merugikan diri sendiri,” ujarnya.
Sebab usaha tidak hanya bermodalkan uang, melainkan membutuhkan kesiapan secara mental, ide, dan skill. Yang terpenting mendapatkan ilmu baru dari bisnis tersebut. Ia mengaku selalu mengarahkan pegawainya untuk mendapatkan ilmunya terlebih dulu. Setelah itu boleh keluar dan bekerja di luar dengan gaji yang jauh lebih besar.
Pendiri Gabungan Wirausaha Muda Papua (Garap) Alo Jufuway mengatakan pemuda harus banyak memanfaatkan sumber daya alam, terutama dalam bentuk pengembangan skill. Pemuda harus mengasah skill apapun untuk pengembangan diri dan produknya.
“Dan skill dia untuk bermitra dengan wirausaha di Papua maupun di luar Papua,” ujarnya.
Menurut Alo, saat ini pemuda sangat dibutuhkan, karena sebagian besar pelaku ekonomi di Papua adalah orang tua, seperti penjual pinang, noken, dan bermacam produk khas Papua.
“Orang tua paling banyak, anak muda kurang,” katanya.
Setidaknya 99 persen pemuda Papua, kata Alo, harus ada pada sektor pengembangan ekonomi kreatif dan cukup 1 persen di bidang, karena memang pemuda harus berpolitik.
“Tapi kalau ingin saya bilang juga, harus 100 persen, karena kalau anak mudanya sudah kreatif dan pindah ke politik, pasti politiknya lebih kreatif,” ujarnya.
Kendala terbesar yang dihadapi pemuda Papua, katanya, tidak memiliki skill. Banyak orang yang ingin mendapatkan sesuatu tapi tak memiliki skiil.
“Kita bukan tak punya uang, tanya anak muda sekarang, punya motor bagus dia punya, apakah hidup di kos-kosan, ya di di kos-kosan, kuliah ke luar negeri, ya ada yang kuliah ke luar negeri,” katanya.
Jadi masalah pemuda saat ini menurut Alo tidak mempunyai skill. Itulah tujuan Garap melakukan pelatihan untuk mengembangkan skill pemuda Papua. Sasarannya, orang-orang yang datang dapat memberikan dukungan, baik relasi maupun invenstasi akan menghampiri karena pemuda memiliki skill.
Garap sejak 2015 membuat pelatihan bagi pemuda, seperti pelatihan digital marketing, manajemen keuangan, barista, fotografi, dan pelatihan memulai usaha baru.
“Kitong pu (punya) pelatihan paling keren buat orang yang nggak paham bisnis, itu kitong pu pelatihan bisnis metode kanvas, bagaimana bahwa ko pu imajinasi ditaruh di kanvas, jadi metode tinggal dijalankan saja,” ujarnya.
Untuk meningkatkan minat usaha, kata Alo, Garap juga melakukan kegiatan “sharing day” secara offline dan online untuk pelatihan, kelas motivasi, dan pengembangan ide bisnis.
Pengusaha Salon Papua Marlin Olua juga mengatakan pengembangan skill sangat penting karena bisa membantu pemuda membuka usaha.
“Kitong bisa buka usaha, seperti saya bisa buka usaha salon anyaman rambut ini,” ujarnya.
Keterampilan yang dimiliki Olua secara mandiri saat berkerja di salon kecantikan di Expo bersama Isolina Naya dari Kendari pada 2015. Mungkin karena sudah biasa dari dulu menganyam rambut teman-temannya, ia hanya butuh dua minggu untuk belajar.
Olua memulai usaha salonnya di rumah depan gereja Petrus Expo hanya bermodal Rp500 ribu. Sejak dua tahun lalu ia pindah ke lokasi sekarang di kos karena pelanggan sudah mulai ramai.
Olua telah menjalani usahanya empat tahun. Kini saat ramai pelanggannya bisa lima orang dengan tarif Rp800 ribu hingga Rp1 juta.
“Saya pesan rambut secara online dari Cina dan Yogyakarta, karena kualitasnya bagus, lembut saat dianyam,” katanya.
Menurut Olua, bagi perempuan yang hendak memulai usaha harus memiliki keberanian dan harus serius dengan usaha yang digelulitinya.(CR-7)
Editor: Syofiardi
-
YAPKEMA Apresiasi Bupati Paniai Kembangkan Kopi
JAYAPURA,- Pemerintah Kabupaten Paniai dibawah kepemimpinan Bupati Meky Nawipa berkomitmen untuk serius dalam mengembangkan tanaman kopi. Sebab, kopi dinilai menjadi salah satu solusi untuk memberdayakan masyarakat di kampung.
Komitmen dari pemerintah setempat mendapat apresasai dari Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (YAPKEMA).
Dalam rilisnya, Direktur YAPKEMA yang juga Master Trainer kopi tingkat nasional, Hanok Herison Pigai mengapresiasi upaya Bupati Paniai dalam upaya Pengembangan Kopi Berbasis Masyarakat (UPKBM), yang rencananya akan dikembangkan di lima titik sentral.
Hanok Herison Pigai mengatakan langkah yang diambil Bupati Paniai adalah capaian penting sebagai salah satu indikator awal keberhasilan program prioritas pemerintah.
“Selama ini upaya YAPKEMA mendorong budidaya kopi dan pendampingan petani kopi di kabupaten lain di Meepago,” kata Pigai melalui rilisnya, Kamis (28/2/2019).
Menurut ia, pengembangan kopi harus melibatkan banyak pihak. Untuk itu, Dinas Perkebunan dan Pertanian bertanggung jawab terkait budidaya kopi di bagian hulu, mulai dari penanaman hingga proses pasca panen. Sedangkan Dinas Perindag pada bagian hilir, yaitu pengolahan dan pemasaran kopi siap saji termasuk di cafe kopi.
“Sedangkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) berperan penting dalam menyiapkan dan memastikan keterlibatan masyarakat kampung dalam pengembangan kopi,” ucapnya.
Ia berharap, skema ini akan menghilangkan ego sektoral demi keberhasilan program pengembangan kopi, dan kolaborasi sekaligus sinergi dalam upaya mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat di sektor kopi.
“YAPKEMA sangat berharap keseriusan ini jangan hanya semangat di tahap awal saja, dan bersifat seremonial. Kerja keras, sinergi pengawalan konsisten dan fokus adalah syarat utama bila ingin berhasil,” katanya.
Meskipun demikian, ujar ia, pekerjaan selanjutnya yang dibutuhkan adalah penyiapan bibit yang berkualitas, karena gerakan budidaya kopi yang perlu dibangun bukan sekadar menanam kopi tetapi kopi dari benih yang memenuhi standar kualitas nasional bahkan internasional.
“Hal ini harus kita siapkan sejak sekarang jika ingin turut bermain di pasar internasional,” ucapnya.
Disamping itu, perlu dilakukan penyiapan sumber daya petani, khususnya generasi petani muda kopi, melalui rangkaian training pengembangan kopi dari hilir hingga hulu.
“Ini adalah syarat utama keberhasilan gerakan ini. Tanpa pengetahuan yang baik, semangat untuk menanam kopi jadi kurang terarah dan bisa berujung gagal. Petani muda harus dibekali pengetahuan terbaru budidaya hingga proses pasca panen kopi. Bahkan bila minat tinggi bisa dibekali ilmu peracikan kopi (barista),” kata Hanok Herison Pigai.
Dia menambahkan, hal penting lainnya adalah penanaman sesuai target, yakni luasan lahan dan jumlah pohon kopi yang ditanam, yang mana jumlah total luasan lahan minimal 1 hektare atau 1500-2000 pohon. Bila kurang dari jumlah tersebut, yang dikuatirkan adalah potensi kegagalan tanam.
Selain itu juga, jumlah yang kurang dari itu belum menunjukkan adanya gerakan budidaya kopi yang signifikan di satu kampung. Apalagi, misalnya, pohon-pohon kopi lama sejak zaman Belanda yang masih ada jumlahnya bisa melebihi 1000 pohon.
“Karena itu, untuk dapat mengawal dan menjamin keberhasilan pengembangan kopi ini, YAPKEMA sangat mendorong strategi budidaya kopi melalui skema UPKBM dan peran serta aktif masyarakat dan petani kopi dalam pengembangan kopi,” ujarnya.
“Bagi kami kopi bukan soal bisnis belaka, melainkan soal rasa memiliki terhadap tanah dan kampung mereka. Dan hal itu sangat memengaruhi kualitas dan rasa kopi. Selain itu juga akan memberi hasil yang dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,” sambungnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Papua melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK), menganjurkan masyarakat yang berdomisili di wilayah pegunungan membuka kebun kopi, dan mengembangkannya secara baik.
Kepala BPMK Papua Donatus Motte, mengatakan permintaan kopi asal Papua sangat tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga paling tidak setiap kampung harus miliki 2 hektare kebun kopi.
“Ini sifatnya kebun bersama, tapi jika ada kebun milik sendiri wajib tanam kopi,” kata Motte.
Untuk wujudkan ini, dirinya meminta para kepala daerah memberi dukungan, apalagi saat ini dana desa untuk Papua lebih besar jika dibandingkan tahun lalu.
“Dengan adanya kebun kopi binaan bersama, sangat diharapkan mampu memenuhi permintaan dari manca negara maupun dalam negeri,” ucapnya.Source: https://www.pasificpos.com/
-
Siasat Pemerintah Kabupaten Tolikara Hasilkan PAD di Tahun 2019
JAYAPURA (Bisnis Papua) – Memasuki tahun 2019 ini. Pemerintah kabupaten Tolikara melakukan berbagai cara agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasalnya selama ini mayoritas kabupaten di wilayah pegunungan PAD nya masih sangat rendah.
Kepada Bisnis Papua, Bupati Bupati Kabupaten Tolikara Usman G Wanimbo membeberkan potensi unggulan di wilayah yang dipimpinnya.
Dikatakannya daerahnya adalah daerah pertanian. Hanya saja kabupaten yang berdiri selama hampir 14 tahun ini dalam pengelolaan hasil – hasil pertanian belum begitu maksimal. Hasil – hasil pertanian belum terjual keluar daerah. Apa yang ditanam, hanyalah sekedar untuk konsumsi masyarakat secara pribadi.
“Tetapi saat ini kita dari pemerintah terus melakukan upaya – upaya untuk bagaimana hasil pertanian mereka dapat dihasilkan lebih banyak dan dijual keluar daerah, sehingga dapat menghasilkan pendapatan untuk mereka sendiri dan juga dari kami pemerintah mendapatkan PAD,”terangnya di Jayapura. Minggu (6/1/2019).
Untuk itu sebagai bupati dirinya sudah memberikan warning kepada jajarannya, para pimpinan SKPD mulai dari input, proses, output sampai outcomenya. Dapat membawa penghasilan untuk mereka. “Dalam arti bahwa apapun yang dilakukan hasilnya harus dinikmati oleh masyarakat,”tukasnya.
Harus Ada Kopi Lokal
Seraya memberikan contoh untuk tanaman kopi. “Kepada Kepala Dinas Pertanian saya tegaskan. Hasil kopi ini setelah tanam, pelihara, petik dan menjadi kopi. Hasilnya harus dinikmati oleh masyarakat Tolikara. Karena dengan kopi mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Sehingga saya sudah mendorong Dinas Pertanian untuk menanam seluruh kopi jenis arabika dan hari ini kita sudah punya hasil. Kopinya sangat luar biasa,”akunya.
Dirinya juga membuat kebijakan baru kepada seluruh masyarakat di wilayahnya untuk tidak lagi mengimpor kopi dari luar. “Saya mau di kios, toko dan warung kopi di Tolikara semuanya menjual kopi produk lokal sendiri. Saya juga berharap nantinya kopi ini sudah dapat diperdagangkan pada PON XX tahun 2020 di provinsi papua,”harapnya.
Pasalnya sebagai kabupaten penyangga untuk PON 2020 untuk cabang olahraga Paralayang. “Jadi nantinya kami akan lebih banyak siapkan untuk itu. Sebagai kabupaten penyangga maka kami akan siapkan kopi,”ujarnya setengah berpromosi.
Nenas Bokondini
Selain itu juga ada minuman kemasan yang akan disiapkan untuk tahun 2020 nanti yakni nenas dari Bokondini, yang sudah terkenal karena rasanya yang sangat manis.
“Karena itu kita juga siapkan bersama program Gerbang Mas Hasrat Papua dan juga program dari pemerintah Kabupaten Tolikara sendiri. Saat ini mulai diproduksi minuman kemasan nenas. Jadi nanti bisa dikonsumsi pada PON 2020,”bebernya.
Untuk menyukseskan hal ini, pemerintah setempat mengerahkan para petugas penyuluh lapangan atau PPL bagi para petani kopi dan nenas ini yang tersebar di 46 distrik.
Masyarakat Belum Tau
Diakuinya sampai saat ini masyarakat yang dipimpinnya belum tau jika hasil tanam mereka untuk kedua komoditi ini dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri yakni masyarakat di Tolikara.
Bahkan jika dikelola baik dapat dikenal Papua, nasional dan bahkan internasional.
“Mereka belum ada kesadaran kesitu. Akan tetapi lama kelamaan mereka baru sadar bahwa kopi itu penting,”ucapnya.
Saat ini masyarakat sudah mulai mengumpulkan biji kopi yang mereka tanam. “Jadi sekarang sudah punya kesadaran untuk menanam,”imbuhnya.
Sedangkan untuk diakuinya untuk produk minuman kemasan ini baru sebatas pasaran lokal saja.
Di tahun 2019 ini, akan didatangkan datangkan alat membuat minuman kemasan untuk buah nenas yang cukup besar guna persiapan PON 2020.
“Ini produk minuman ringan nantinya diuji coba tahun 2019 saat Pra PON. Kita diatas dapat paralayang. Akan tetapi kita dapat juga suplay ke Kota Wamena sebagai ibukota Kab. Jayawijaya,”katanya dengan nada optimis.
Buah nenas sendiri hanya dapat ditanam dibeberapa distrik saja. Tetapi keunggulannya, buah ini tidak mengenal musim. Tetapi berbuah setiap tahun.
Sedangkan kopi walaupun dapat ditanam di semua distrik. Namun mempunyai masa petik.
Tahun 2019 ini, Pemkab Tolikara menargetkan PAD sebesar Rp. 7 milyar yang dihasilkan dari berbagai hal. PAD yang dihasilkan itu dari produk kopi lokal, minuman kemasan yang diharap dapat meningkatkan PAD dari pajak pendapatan.
Selain itu juga akan ditarik pajak retribusi untuk mobil angkutan umum dari Wamena – Tolikara – Mulia. Kemudian pajak retribusi untuk para pedatang warung makan dan kios kelontongan. Sebelumnya PAD Kabupaten Tolikara sekitar Rp. 4 milyar. (Julia)