• Kata Abock Busup Setiap Distrik di Yahukimo Punya Potensi

    JAYAPURA (Bisnis Papua) – Pemerintah Kabupaten Yahukimo saat ini terus mendorong peningkatan potensi beberapa distrik dari 51 distrik yang ada seperti Kurima, Tangma dan Anggruk.

    Seperti yang dikatakan Bupati Yahukimo Abock Busup, di Jayapura, Senin (14/1/2019), untuk Distrik Kurima, pihaknya menginstruksikan masyarakat untuk menanam dan mengembangkan potensi perkebunan kopi lokal berjenis arabika.

    “Sehingga di Distrik Tangma ini kami sebut sebagai kampung kopi mengingat banyaknya masyarakat menanam tanaman tersebut,”terangnya.

    Menurut Abock, untuk sayur-sayuran, kol dan wortel akan difokuskan di Distrik Kurima, sedangkan buah merah diinstruksikan ditanam di Distrik Anggruk.

    “Untuk peternakan seperti babi, ayam dan ikan bisa difokuskan di Distrik Korupun, khususnya untuk ikan mas,” ujarnya.

    Lebih jauh dijelaskannya instruksi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan perekonomian masyarakat di distrik-distrik hingga ke kampung-kampung.

    “Selain itu, peningkatan potensi ini juga untuk meningkatkan gizi anak-anak melalui bahan makanan pokok yang dikembangkan oleh masyarakat di masing-masing distrik,” katanya lagi.

    Lanjutnya, upaya peningkatan masing-masing distrik ini menggunakan dana desa yang didistribusikan oleh pemerintah ke masing-masing kabupaten. (Julia)

  • Ekonomi hijau bekali pemuda di Manokwari cara sajikan kopi

    Reporter: Hans Kapisa

    Manokwari, Jubi – Puluhan pemuda dan mahasiswa asli Papua di kota Manokwari, Papua Barat, dibekali teknik pembuatan hingga cara penyajian kopi (coffee barista) sebagai modal dalam pengembangan potensi pemuda Papua di bidang wirausaha, serta memanfaatkan potensi kopi asli Papua dan Papua Barat

    Pelatihan yang difasilitasi oleh program pertumbuhan ekonomi hijau Papua-Papua Barat ini berlangsung selama tiga hari (20-22 Oktober) di kota Manokwari.

    Alex Rumaseb, wakil ketua tim program pertumbuhan ekonomi hijau Papua-Papua Barat mengatakan pelatihan coffee barista dan coffee roastery, menyasar kalangan muda Papua di Manokwari bukan sekedar terlihat ‘trend’ namun peserta diharapkan punya bekal dan termotifasi untuk membuka usaha mandiri dengan potensi alam [kopi Papua] yang telah tersedia.

    “Di Papua Barat ada kopi Arfak, di Papua ada kopi Wamena dan beberapa potensi kopi lokal yang tidak kalah cita rasa dibanding kopi daerah lain. Oleh karena itu lewat pelatihan kopi barista dan teknik pembuatan kepada pemuda Papua di Manokwari, ke depan mereka bisa buka cafe sendiri,” kata Rumaseb, Rabu (21/10/2020).

    Selain pembekalan kopi barista bagi kalangan muda Papua di Manokwari, ada pula potensi rumput laut di Wondama, potensi Pala di Fakfak dan potensi Kakao di Manokwari Selatan yang akan dikembangkan dalam program pertumbuhan ekonomi hijau.

    Program ini bertujuan untuk memastikan Pemerintah Papua dan Papua Barat percaya dalam mengelola pembangunan ekonomi hijau di tingkat lokal dan menarik investasi menuju bisnis hijau lewat serangkaian peningkatan kapasitas dan pendampingan serta meningkatkan akses pembiayaan bagi usaha mikro, usaha kecil dan menengah (UMKM) di desa dan perkotaan di tanah Papua.

    “Kami juga akan lakukan pendampingan kepada mama Papua dan pelaku budidaya rumput laut di wilayah Teluk Wondama. Dan untuk kakao di Ransiki, tugas kita adalah menjaga potensi 12 klon yang ada di sana supaya dikelola secara mandiri oleh warga lokal,” kata Rumaseb.

    Sementara, Yafet Wetipo, pegiat coffee barista asal kota Jayapura, mengajak pemuda dan mahasiswa Papua di Manokwari untuk berbenah diri dan mandiri lewat potensi yang ada saat ini.

    “Kita bisa hanya saja belum mau untuk memulai, jadi bagi teman-teman di Manokwari bisa berwirausaha lewat kopi dan potensi lainnya,” kata Wetipo.

    Lewat pendampingan program pertumbuhan ekonomi hijau, Wetipo kini telah memiliki laboratorium kopi untuk membina pemuda Papua di kota Jayapura tentang cara pembuatan dan penyajian kopi.

    “Saya punya Lab kopi, dan saya berhasil bina teman-teman pemuda Papua yang semula tidak punya pekerjaan, saat ini mereka sudah bisa membuka usaha Cafe di Jayapura,” ujar Wetipo. (*)

    Editor: Edho Sinaga

  • Pemuda Papua harus memiliki ‘skill’ wirausaha

    Jayapura, Jubi – Pengusaha Kedai Nori Jayapura, Surya Darma Sinulingga mengatakan dengan makin banyaknya pelatihan usaha bagi pemuda di Papua membuktikan bahwa wirausaha muda di Papua membutuhkan pelatihan khusus pengembangan keterampilan usaha.

    “Seperti saya di bidang usaha kopi sudah banyak mendapatkan pelatihan, baik dari pegiat kopi maupun dari sponsor luar,” ujarnya saat ditemui Jubi di Kotaraja, Jayapura, Jumat (30/10/2020).

    Pengembangan keterampilan, kata Surya, sangat penting, karena keterampilan bagian tak terpisahkan dari pengembangan diri. Sebab, orang boleh saja memiliki pendidikan tinggi, tapi belum tentu memiliki keterampilan (skill).

    “Nah, ada teman-teman yang sekolahnya tidak tinggi, tapi mau belajar barista, jadi mereka bisa punya skill,” katanya.

    Di antara caranya, menurut Surya, adalah bergelut di bisnis makanan dan minuman. Hal itu tidak terlalu sulit karena yang terpenting adalah memahami pola bisnisnya. Selain itu harus banyak mengikuti pelatihan di bidang tersebut, seperti pelatihan menjadi barista atau pelatihan memasak untuk menjadi seorang chef.

    “Kebetulan seperti saya membangun kedai Nori sendiri, itu semuanya saya yang tangani, mulai dari pelatihan barista maupun bagian dapur,” ujarnya.

    Menurut Sury setiap bisnis membutuhkan waktu pelatihan yang berbeda-beda. Setidaknya bisa mengerti dan mampu menguasai dasar-dasar sebuah bisnis.

    Sedangkan pelatihan barista membutuhkan waktu pelatihan sebulan, karena melatih keterampilan harus selengkah demi selangkah.

    “Teman-teman yang saya latih ini dalam sebulan sudah saya lepas, setidaknya mereka paham dasarnya dulu, seperti pengenalan equip dan tools barista, mulai dari situ,” katanya.

    Agar sebuah bisnis bisa bertahan dan menarik bagi pelanggan maupun investor harus memiliki perencanaan yang matang. Harus jelas produk yang ditawarkan, sasaran bisnis, dan kelebihan produk tersebut.

    “Karena bisnis seperti cafe shop itu paling lama bertahan tiga tahun, makanya harus inovatif dan kreatif,” ujarnya.

    Tantangan yang paling rumit dalam berbisnis, kata Surya, berasal dari diri sendiri. Di bisnis makanan dan minuman mengharuskan update informasi, melakukan inovasi ide, dan tetap kreatif.

    Mengatasi penurunan penjualan di masa pandemi Covid-19, menurut Surya bisa dilakukan dengan cara melayani pesanan antar, baik dari rumah maupun kantor swasta dan pemerintah.

    “Kami hanya bisa menjual 40 cup per hari di masa pandemi, tapi kami atasi kekurangan ini dengan mengambil katering makanan, walaupun kecil setidaknya bisa survive,” katanya.

    Menurut Surya dalam berbisnis harus bisa memanfaatkan media sosial, karena media sosial mampu meningkatkan penjualan. Terlebih di era digital ini orang tidak terlepas dari gawai dan menghabiskan banyak waktu dengannya.

    “Lewat media sosial pesanan kopi bisa 5 sampai 10 cup per hari, kalau makanan cukup banyak, bisa 20 sampai 25 kotak per hari,” ujarnya.

    Surya sudah lima tahun bergelut di bidang usaha kopi. Ia mengawali semasa kuliah di Bandung. Karena kurang pemasukan dan kebetulan saat itu teman-teman kosnya semua pengusaha kopi. Ia ikut bergabung dan lema-kelamaan tertarik dan memulainya di Bandung, kemudian Medan dan akhirnya di Jayapura apda 2017.

    “Saya mulai dari pinggiran jalan selama enam sampai delapan bulan, kemudian mencoba menggaet investor,” katanya.

    Menurut Surya kemampuan barista tidak didapatkan secara formal, melainkan melalui pelatihan kopi dasar dan badan sertifikasi barista nasional.

    Surya berharap pemuda Papua yang ingin membangun usaha tidak hanya mengikuti tren, melainkan harus betul-betul konsisten dan harus berjiwa usaha.

    “Kalau hanya punya modal dan ikut tren tidak usahlah, nanti malah merugikan diri sendiri,” ujarnya.

    Sebab usaha tidak hanya bermodalkan uang, melainkan membutuhkan kesiapan secara mental, ide, dan skill. Yang terpenting mendapatkan ilmu baru dari bisnis tersebut. Ia mengaku selalu mengarahkan pegawainya untuk mendapatkan ilmunya terlebih dulu. Setelah itu boleh keluar dan bekerja di luar dengan gaji yang jauh lebih besar.

    Pendiri Gabungan Wirausaha Muda Papua (Garap) Alo Jufuway mengatakan pemuda harus banyak memanfaatkan sumber daya alam, terutama dalam bentuk pengembangan skill. Pemuda harus mengasah skill apapun untuk pengembangan diri dan produknya.

    “Dan skill dia untuk bermitra dengan wirausaha di Papua maupun di luar Papua,” ujarnya.

    Menurut Alo, saat ini pemuda sangat dibutuhkan, karena sebagian besar pelaku ekonomi di Papua adalah orang tua, seperti penjual pinang, noken, dan bermacam produk khas Papua.

    “Orang tua paling banyak, anak muda kurang,” katanya.

    Setidaknya 99 persen pemuda Papua, kata Alo, harus ada pada sektor pengembangan ekonomi kreatif dan cukup 1 persen di bidang, karena memang pemuda harus berpolitik.

    “Tapi kalau ingin saya bilang juga, harus 100 persen, karena kalau anak mudanya sudah kreatif dan pindah ke politik, pasti politiknya lebih kreatif,” ujarnya.

    Kendala terbesar yang dihadapi pemuda Papua, katanya, tidak memiliki skill. Banyak orang yang ingin mendapatkan sesuatu tapi tak memiliki skiil.

    “Kita bukan tak punya uang, tanya anak muda sekarang, punya motor bagus dia punya, apakah hidup di kos-kosan, ya di di kos-kosan, kuliah ke luar negeri, ya ada yang kuliah ke luar negeri,” katanya.

    Jadi masalah pemuda saat ini menurut Alo tidak mempunyai skill. Itulah tujuan Garap melakukan pelatihan untuk mengembangkan skill pemuda Papua. Sasarannya, orang-orang yang datang dapat memberikan dukungan, baik relasi maupun invenstasi akan menghampiri karena pemuda memiliki skill.

    Garap sejak 2015 membuat pelatihan bagi pemuda, seperti pelatihan digital marketing, manajemen keuangan, barista, fotografi, dan pelatihan memulai usaha baru.

    “Kitong pu (punya) pelatihan paling keren buat orang yang nggak paham bisnis, itu kitong pu pelatihan bisnis metode kanvas, bagaimana bahwa ko pu imajinasi ditaruh di kanvas, jadi metode tinggal dijalankan saja,” ujarnya.

    Untuk meningkatkan minat usaha, kata Alo, Garap juga melakukan kegiatan “sharing day” secara offline dan online untuk pelatihan, kelas motivasi, dan pengembangan ide bisnis.

    Pengusaha Salon Papua Marlin Olua juga mengatakan pengembangan skill sangat penting karena bisa membantu pemuda membuka usaha.

    “Kitong bisa buka usaha, seperti saya bisa buka usaha salon anyaman rambut ini,” ujarnya.

    Keterampilan yang dimiliki Olua secara mandiri saat berkerja di salon kecantikan di Expo bersama Isolina Naya dari Kendari pada 2015. Mungkin karena sudah biasa dari dulu menganyam rambut teman-temannya, ia hanya butuh dua minggu untuk belajar.

    Olua memulai usaha salonnya di rumah depan gereja Petrus Expo hanya bermodal Rp500 ribu. Sejak dua tahun lalu ia pindah ke lokasi sekarang di kos karena pelanggan sudah mulai ramai.

    Olua telah menjalani usahanya empat tahun. Kini saat ramai pelanggannya bisa lima orang dengan tarif Rp800 ribu hingga Rp1 juta.

    “Saya pesan rambut secara online dari Cina dan Yogyakarta, karena kualitasnya bagus, lembut saat dianyam,” katanya.

    Menurut Olua, bagi perempuan yang hendak memulai usaha harus memiliki keberanian dan harus serius dengan usaha yang digelulitinya.(CR-7)

    Editor: Syofiardi

  • Mandacan akui cita rasa kopi Arfak tak kalah saing dengan kopi lainnya

    Manokwari, Jubi – Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, mengatakan cita rasa dan aroma kopi Arfak hasil racikan anak asli Papua tak kalah dengan cita rasa kopi lainnya karena punya ciri khas tersendiri.

    Hal ini dikatakan Mandacan, setelah menyesap kopi Arfak dalam acara pameran kopi asli Papua dan produk olahan rumput laut asal Wondama di Manokwari, Selasa (27/10/2020) kemarin.

    “Kopi Arfak punya aroma tajam, dan sepat [rasa] kopinya tidak lama di lidah,” ujar Mandacan.

    Mandacan berharap, perkebunan kopi di Arfak tetap berlanjut dengan metode perkebunan yang ramah lingkungan, sehingga rantai pasok kopi tersebut terus tersedia, sejalan dengan pendampingan sumberdaya manusia (SDM) pemuda asli Papua di dunia kopi seperti yang dijalankan melalui program ekonomi hijau.

    “Kopi Arfak dan stik rumput laut dari Wondama produksi orang asli Papua, sangat cocok jika dipadukan dalam usaha Cafe di Papua Barat. Selian manfaatkan potensi lokal, hasilnya juga dinikmati orang asli Papua,” kata Mandacan.

    Sementara, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Perkebunan dan Holtikultura Provinsi Papua Barat, Jacob Fonataba, mengatakan, pengembangan perkebunan kopi di kabupaten Pegunungan Arfak, menjadi salah satu dari sejumlah program prioritas Pemprov Papua Barat.

    Meski demikian, sebut Fonataba, perkebunan kopi di Arfak hanya dapat dikembangkan dalam areal [luasan] tertentu, mengingat sebagian besar wilayah hutan di daerah tersebut, berada dalam peta konservasi Cagar Alam (CA) Pegunungan Arfak.

    “Jadi khusus untuk perkebunan kopi di Arfak tidak dalam perkebunan besar, tapi hanya pada luasan tertentu, salah satunya di Kampung Kwauw, dengan pertimbangan Pegaf adalah daerah penyangga dalam peta konservasi,” sebut Fonataba.

    Diakui Fonataba, bahwa produksi kopi Arfak, telah dikembangkan oleh sejumlah pegiat kopi tahun lalu (2019), termasuk intervensi Bank Indonesia, Bentara dan pada tahun ini (2020) melalui program ekonomi hijau lebih melengkapi dari sisi pendampingan, produksi hingga peluang pasar/usaha.

    Sementara, Alex Rumaseb, wakil ketua program ekonomi hijau Papua-Papua Barat, mengatakan tujuan utama pendampingan program tersebut, untuk memastikan orang asli Papua yang terlibat dalam di perkebunan kopi Arfak hingga hasil produksi kopi oleh pemuda asli Papua bisa mandiri dan menikmati hasilnya sendiri.

    “Tugas kami, pertemuan ‘hulu dan hilir’ jadi harga pasar dari hasil produksi potensi kopi, rumput laut, dan berbagai olahannya, tidak lagi melalui perantara (orang ke dua), tapi hanya melibatkan orang papua dan pembeli,” kata Rumaseb. (*)

  • Kopi Arabika Arfak Dikirim Hingga Eropa

    SariAgri – Kepala Dinas tanaman Pangan, hortikultura dan perkebunan Provinsi Papua Barat, Yacob Fonataba mengatakan kopi arabika Arfak di Pegunungan Arfak dikirim hingga ke sejumlah negara di wilayah Eropa.

    Yacob Fonataba mengatakan bahwa saat ini sudah ada sekitar 200 hektare lahan perkebunan kopi di Pegunungan Arfak. Tahun ini akan ada penambahan seluas 100 hektar.

    “Pengiriman kopi ke Eropa seperti Jerman dan Belanda ini masih dalam skala kecil, sangat sedikit. Untuk saat ini produksinya belum besar sehingga untuk mengirim dalam jumlah yang banyak belum bisa dilakukan,” ucap Fonataba.

    Dia menjelaskan kopi merupakan salah satu komoditas unggulan Papua Barat. Pengembangan kopi masuk dalam skema program pembangunan berkelanjutan di provinsi ini.

    Selain kopi, pada program ekonomi hijau itu, kata dia, pemprov juga sedang mengembangkan komoditas lain seperti pala, kakao dan kepala dalam di beberapa daerah lainya.

    Menurutnya pengembangan kopi di Pegunungan Arfak dilakukan dengan sejumlah pertimbangan diantaranya kesiapan petani serta status wilayah sebagai kawasan lindung.

    “Kita tidak bisa memaksakan pengembangan dalam sekala besar pada satu titik. Pegunungan Arfak merupakan kawasan penyangga jadi kita harus hati-hati,” ujarnya.

    Pengembangan kopi di daerah ini dilakukan di beberapa titik yang tersebar di sejumlah distrik atau kecamatan. Biji kopi yang diperdagangkan saat ini merupakan hasil panen dari penanaman yang dilakukan beberapa tahun lalu.

    “Kita juga saat ini sedang menyiapkan masyarakat atau petani. Tanaman kopi membutuhkan perawatan secara intensif, maka untuk menghasilkan kualitas kopi yang bagus mereka harus dibekali keterampilan dari perawatan tanaman, panen hingga pascapanen,” ucap Fonataba lagi.

    Ia berharap, dalam waktu lima tahun kedepan ekspor kopi ke pasar global bisa lebih tinggi dari sekarang.

    “Untuk persaingan pasar saya rasa tergantung kualitas. Kalau kita bisa mempertahankan itu kopi Arabika Arfak pasti siap bersaing,” demikian Yacob Fonataba.

  • Dari Pegunungan Arfak Papua, Kopi Arabika Tembus Pasar Eropa

  • Pengembangan Komoditas Kopi di Arfak Dilakukan Bertahap

    Red: Agung Sasongko

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengembangan komoditas kopi arabika di Kabupaten Pegunungan Arfak dilakukan secara bertahap. Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura Provinsi Papua Barat, Yacob Fonataba menjelaskan bahwa pengembangan komoditas kopi di daerah itu sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu.

    Kopi arabika menjadi varietas pilihan untuk dikembangkan karena cocok dengan karakteristik serta vegetasi di daerah itu. “Untuk saat ini kita belum bisa melakukan pengembangan dalam skala besar, mengingat sebagian besar wilayah Pegunungan Arfak adalah kawasan konservasi. Kalau dipaksakan takutnya dapat mengganggu keseimbangan alam,” katanya.

    Untuk itu pengembangan tanaman kopi di daerah tersebut saat ini difokuskan pada lahan-lahan tidur yang belum dimanfaatkan.

    Pada 2019 pemerintah pusat dan provinsi telah mengadakan belasan ribu bibit kopi arabika untuk Pegunungan Arfak. Bibit tanaman itu ditanam di sejumlah titik seperti Distrik Menyambow, Tahota, Anggi serta Distrik Anggi Gida.

    “Kami tidak berani membuka lahan dan menjadikanya perkebunan kopi berskala besar, karena pertimbangan itu. Pegunungan Arfak adalah penyangga bagi Manokwari dan Manokwari Selatan,” ucapnya.

    Pertimbangan lain, katanya, sumber daya petani di Pegunungan Arfak dinilai belum siap. Meskipun tanam kopi sudah ada di daerah itu namun masyarakat belum memiliki keterampilan memadai untuk merapat tanaman kopi hingga masa panen.

    “Tanaman kopi itu kan membutuhkan perawatan secara intensif. Pelan-pelan kita akan persiapkan masyarakat,” ucapnya lagi.

    Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah menerbitkan sertifikat indikasi geografis (IG) untuk kopi arabika Arfak di Kabupaten Pegunungan Arfak. Sertifikat itu diserahkan sebagai kado ulang tahun ulang tahun Provinsi Papua Barat yang digelar di Manokwari pada Senin (12/10).

    Yacob menambahkan bahwa pemerintah pusat maupun provinsi akan terus mendorong pengembangan kopi arabika Arfak dengan mempertimbangkan kondisi alam dan SDM di daerah itu.

    “Tahun ini pun pemerintah pusat kembali mengalokasikan anggaran. Kita bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian untuk mengawal program pengembangan kopi di Pegunungan Arfak,” kataYacob Fonataba.

  • Kopi Arabika Arfak, Pj Bupati: Akan Jadi Komoditas Unggulan Kami

    MANOKWARI, iNews.id – Penjabat (Pj) Bupati Pegunungan Arfak, Lasarus Indou, serius akan mengembangkan kopi jenis arabika sebagai komoditas unggulan di daerah tersebut. Sebab sudah ada hak paten dan diakui oleh banyak penikmat kopi.

    “Kopi Arabika Arfak sudah diakui, jadi harus kita kembangkan sebagai komoditas unggulan,” kata Pj Bupati Lasarus Indou di Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Rabu (14/10/2020).

    Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah menerbitkan sertifikat indikasi geografis (IG) untuk Kopi Arabika Arfak. Sertifikat itu diserahkan pada perayaan HUT Papua Barat, Senin (12/10/2020).

    Dia mengatakan, meski tugasnya hanya sekitar dua bulan di Kabupaten Pegunungan Arfak, namun sisa masa jabatan itu akan dimanfaat untuk mendorong pengembangan komoditas kopi lokal tersebut, agar jadi prioritas ke depannya.

    “Kita harus bersyukur dan memaknai penerbitan sertifikat IG ini sebagai perintah, Kopi Arabika Arfak harus dikembangkan. Butuh proses panjang untuk memperoleh sertifikat ini,” ujar dia.

    Dari sisi geografis, Kabupaten Pegunungan Arfak, memang sangat cocok untuk mengembangkan komoditas tersebut. Pekerjaan rumahnya tinggal menyiapkan petani yang sanggup memproduksi sesuai kebutuhan pasar.

    “Untuk pasar tidak terlalu sulit karena masyarakat Indonesia ini penikmat kopi. Di Papua Barat pun kedai kopi sejak beberapa tahun terakhir mulai bermunculan,” katanya.

    Editor : Andi Mohammad Ikhbal

  • YAPKEMA Apresiasi Bupati Paniai Kembangkan Kopi

    JAYAPURA,- Pemerintah Kabupaten Paniai dibawah kepemimpinan Bupati Meky Nawipa berkomitmen untuk serius dalam mengembangkan tanaman kopi.  Sebab, kopi dinilai menjadi salah satu solusi untuk memberdayakan masyarakat di kampung.

    Komitmen dari pemerintah setempat mendapat apresasai dari Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (YAPKEMA).

    Dalam rilisnya,  Direktur YAPKEMA yang juga Master Trainer kopi tingkat nasional, Hanok Herison Pigai mengapresiasi upaya Bupati Paniai dalam upaya Pengembangan Kopi Berbasis Masyarakat (UPKBM), yang rencananya akan dikembangkan di lima titik sentral.

    Hanok Herison Pigai mengatakan langkah yang diambil Bupati Paniai adalah capaian penting sebagai salah satu indikator awal keberhasilan program prioritas pemerintah.

    “Selama ini upaya YAPKEMA mendorong budidaya kopi dan pendampingan petani kopi di kabupaten lain di Meepago,” kata Pigai melalui rilisnya, Kamis (28/2/2019).

    Menurut ia, pengembangan kopi harus melibatkan banyak pihak. Untuk itu, Dinas Perkebunan dan Pertanian bertanggung jawab terkait budidaya kopi di bagian hulu, mulai dari penanaman hingga proses pasca panen. Sedangkan Dinas Perindag pada bagian hilir, yaitu pengolahan dan pemasaran kopi siap saji termasuk di cafe kopi.

    “Sedangkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) berperan penting dalam menyiapkan dan memastikan keterlibatan masyarakat kampung dalam pengembangan kopi,” ucapnya.

    Ia berharap, skema ini akan menghilangkan ego sektoral demi keberhasilan program pengembangan kopi, dan kolaborasi sekaligus sinergi dalam upaya mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat di sektor kopi.

    “YAPKEMA sangat berharap keseriusan ini jangan hanya semangat di tahap awal saja, dan bersifat seremonial. Kerja keras, sinergi pengawalan konsisten dan fokus adalah syarat utama bila ingin berhasil,” katanya.

    Meskipun demikian, ujar ia, pekerjaan selanjutnya yang dibutuhkan adalah penyiapan bibit yang berkualitas, karena gerakan budidaya kopi yang perlu dibangun bukan sekadar menanam kopi tetapi kopi dari benih yang memenuhi standar kualitas nasional bahkan internasional.

    “Hal ini harus kita siapkan sejak sekarang jika ingin turut bermain di pasar internasional,” ucapnya.

    Disamping itu, perlu dilakukan penyiapan sumber daya petani, khususnya generasi petani muda kopi, melalui rangkaian training pengembangan kopi dari hilir hingga hulu.

    “Ini adalah syarat utama keberhasilan gerakan ini. Tanpa pengetahuan yang baik, semangat untuk menanam kopi jadi kurang terarah dan bisa berujung gagal. Petani muda harus dibekali pengetahuan terbaru budidaya hingga proses pasca panen kopi. Bahkan bila minat tinggi bisa dibekali ilmu peracikan kopi (barista),” kata Hanok Herison Pigai.

    Dia menambahkan, hal penting lainnya adalah penanaman sesuai target, yakni luasan lahan dan jumlah pohon kopi yang ditanam, yang mana jumlah total luasan lahan minimal 1 hektare atau 1500-2000 pohon. Bila kurang dari jumlah tersebut, yang dikuatirkan adalah potensi kegagalan tanam.

    Selain itu juga, jumlah yang kurang dari itu belum menunjukkan adanya gerakan budidaya kopi yang signifikan di satu kampung. Apalagi, misalnya, pohon-pohon kopi lama sejak zaman Belanda yang masih ada jumlahnya bisa melebihi 1000 pohon.

    “Karena itu, untuk dapat mengawal dan menjamin keberhasilan pengembangan kopi ini, YAPKEMA sangat mendorong strategi budidaya kopi melalui skema UPKBM dan peran serta aktif masyarakat dan petani kopi dalam pengembangan kopi,” ujarnya.

    “Bagi kami kopi bukan soal bisnis belaka, melainkan soal rasa memiliki terhadap tanah dan kampung mereka. Dan hal itu sangat memengaruhi kualitas dan rasa kopi. Selain itu juga akan memberi hasil yang dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,” sambungnya.

    Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Papua melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK), menganjurkan masyarakat yang berdomisili di wilayah pegunungan membuka kebun kopi, dan mengembangkannya secara baik.

    Kepala BPMK Papua Donatus Motte, mengatakan permintaan kopi asal Papua sangat tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga paling tidak setiap kampung harus miliki 2 hektare kebun kopi.

    “Ini sifatnya kebun bersama, tapi jika ada kebun milik sendiri wajib tanam kopi,” kata Motte.

    Untuk wujudkan ini, dirinya meminta para kepala daerah memberi dukungan, apalagi saat ini dana desa untuk Papua lebih besar jika dibandingkan tahun lalu.

    “Dengan adanya kebun kopi binaan bersama, sangat diharapkan mampu memenuhi permintaan dari manca negara maupun dalam negeri,” ucapnya.

    Source: https://www.pasificpos.com/

  • Siasat Pemerintah Kabupaten Tolikara Hasilkan PAD di Tahun 2019

    JAYAPURA (Bisnis Papua) – Memasuki tahun 2019 ini. Pemerintah kabupaten Tolikara melakukan berbagai cara agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasalnya selama ini mayoritas kabupaten di wilayah pegunungan PAD nya masih sangat rendah.

    Kepada Bisnis PapuaBupati Bupati Kabupaten Tolikara Usman G Wanimbo membeberkan potensi unggulan di wilayah yang dipimpinnya.

    Dikatakannya daerahnya adalah daerah pertanian. Hanya saja kabupaten yang berdiri selama hampir 14 tahun ini dalam pengelolaan hasil – hasil pertanian belum begitu maksimal. Hasil – hasil pertanian belum terjual keluar daerah. Apa yang ditanam, hanyalah sekedar untuk konsumsi masyarakat secara pribadi.

    “Tetapi saat ini kita dari pemerintah terus melakukan upaya – upaya untuk bagaimana hasil pertanian mereka dapat dihasilkan lebih banyak dan dijual keluar daerah, sehingga dapat menghasilkan pendapatan untuk mereka sendiri dan juga dari kami pemerintah mendapatkan PAD,”terangnya di Jayapura. Minggu (6/1/2019).

    Untuk itu sebagai bupati dirinya sudah memberikan warning kepada jajarannya, para pimpinan SKPD mulai dari input, proses, output  sampai outcomenya. Dapat membawa penghasilan untuk mereka. “Dalam arti bahwa apapun yang dilakukan hasilnya harus dinikmati oleh masyarakat,”tukasnya.

    Harus Ada Kopi Lokal

    Seraya memberikan contoh untuk tanaman kopi.  “Kepada Kepala Dinas Pertanian saya tegaskan. Hasil kopi ini setelah tanam, pelihara, petik dan menjadi kopi. Hasilnya harus dinikmati oleh masyarakat Tolikara. Karena dengan kopi mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Sehingga saya sudah mendorong Dinas Pertanian untuk menanam seluruh kopi jenis arabika dan hari ini kita sudah punya hasil. Kopinya sangat luar biasa,”akunya.

    Dirinya juga membuat kebijakan baru kepada seluruh masyarakat di wilayahnya untuk tidak lagi mengimpor kopi dari luar. “Saya mau di kios, toko dan warung kopi di Tolikara semuanya menjual kopi produk lokal sendiri. Saya juga berharap nantinya kopi ini sudah dapat diperdagangkan pada PON XX tahun 2020 di provinsi papua,”harapnya.

    Pasalnya sebagai kabupaten penyangga untuk PON 2020 untuk cabang olahraga  Paralayang. “Jadi nantinya kami akan lebih banyak siapkan untuk itu. Sebagai kabupaten penyangga maka kami akan siapkan kopi,”ujarnya setengah berpromosi.

    Nenas Bokondini

    Selain itu juga ada minuman kemasan yang akan disiapkan untuk tahun 2020 nanti yakni nenas dari Bokondini, yang sudah terkenal karena rasanya yang sangat manis.

    “Karena itu kita juga siapkan bersama program Gerbang Mas Hasrat Papua dan juga program dari pemerintah Kabupaten Tolikara sendiri. Saat ini mulai diproduksi minuman kemasan nenas. Jadi nanti bisa dikonsumsi pada PON 2020,”bebernya.

    Untuk menyukseskan hal ini, pemerintah setempat mengerahkan para petugas penyuluh lapangan atau PPL bagi para petani kopi dan nenas ini yang tersebar di 46 distrik.

    Masyarakat Belum Tau

    Diakuinya sampai saat ini masyarakat yang dipimpinnya belum tau jika hasil tanam mereka untuk kedua komoditi ini dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri yakni masyarakat di Tolikara.

    Bahkan jika dikelola baik dapat dikenal Papua, nasional dan bahkan internasional.

    “Mereka belum ada kesadaran kesitu. Akan tetapi lama kelamaan mereka baru sadar bahwa kopi itu penting,”ucapnya.

    Saat ini masyarakat sudah mulai mengumpulkan biji kopi yang mereka tanam. “Jadi sekarang sudah punya kesadaran untuk menanam,”imbuhnya.

    Sedangkan untuk diakuinya untuk produk minuman kemasan ini baru sebatas pasaran lokal saja.

    Di tahun 2019 ini, akan didatangkan datangkan alat membuat minuman kemasan untuk buah nenas yang cukup besar guna persiapan PON 2020.

    “Ini produk minuman ringan nantinya diuji coba tahun 2019 saat Pra PON. Kita diatas dapat paralayang. Akan tetapi kita dapat juga suplay ke Kota Wamena sebagai ibukota Kab. Jayawijaya,”katanya dengan nada optimis.

    Buah nenas sendiri hanya dapat ditanam dibeberapa distrik saja. Tetapi keunggulannya, buah ini tidak mengenal musim. Tetapi berbuah setiap tahun.

    Sedangkan kopi walaupun dapat ditanam di semua distrik. Namun mempunyai masa petik.

    Tahun 2019 ini, Pemkab Tolikara menargetkan PAD sebesar Rp. 7 milyar yang dihasilkan dari berbagai hal. PAD yang dihasilkan itu dari produk kopi  lokal, minuman kemasan yang diharap dapat meningkatkan PAD dari pajak pendapatan.

    Selain itu juga akan ditarik pajak retribusi untuk mobil angkutan umum       dari Wamena – Tolikara – Mulia. Kemudian pajak retribusi untuk para pedatang warung makan dan kios kelontongan.  Sebelumnya PAD Kabupaten Tolikara sekitar Rp. 4 milyar. (Julia)