Bisnis Kopi

Pemuda Papua harus memiliki ‘skill’ wirausaha

Jayapura, Jubi – Pengusaha Kedai Nori Jayapura, Surya Darma Sinulingga mengatakan dengan makin banyaknya pelatihan usaha bagi pemuda di Papua membuktikan bahwa wirausaha muda di Papua membutuhkan pelatihan khusus pengembangan keterampilan usaha.

“Seperti saya di bidang usaha kopi sudah banyak mendapatkan pelatihan, baik dari pegiat kopi maupun dari sponsor luar,” ujarnya saat ditemui Jubi di Kotaraja, Jayapura, Jumat (30/10/2020).

Pengembangan keterampilan, kata Surya, sangat penting, karena keterampilan bagian tak terpisahkan dari pengembangan diri. Sebab, orang boleh saja memiliki pendidikan tinggi, tapi belum tentu memiliki keterampilan (skill).

“Nah, ada teman-teman yang sekolahnya tidak tinggi, tapi mau belajar barista, jadi mereka bisa punya skill,” katanya.

Di antara caranya, menurut Surya, adalah bergelut di bisnis makanan dan minuman. Hal itu tidak terlalu sulit karena yang terpenting adalah memahami pola bisnisnya. Selain itu harus banyak mengikuti pelatihan di bidang tersebut, seperti pelatihan menjadi barista atau pelatihan memasak untuk menjadi seorang chef.

“Kebetulan seperti saya membangun kedai Nori sendiri, itu semuanya saya yang tangani, mulai dari pelatihan barista maupun bagian dapur,” ujarnya.

Menurut Sury setiap bisnis membutuhkan waktu pelatihan yang berbeda-beda. Setidaknya bisa mengerti dan mampu menguasai dasar-dasar sebuah bisnis.

Sedangkan pelatihan barista membutuhkan waktu pelatihan sebulan, karena melatih keterampilan harus selengkah demi selangkah.

“Teman-teman yang saya latih ini dalam sebulan sudah saya lepas, setidaknya mereka paham dasarnya dulu, seperti pengenalan equip dan tools barista, mulai dari situ,” katanya.

Agar sebuah bisnis bisa bertahan dan menarik bagi pelanggan maupun investor harus memiliki perencanaan yang matang. Harus jelas produk yang ditawarkan, sasaran bisnis, dan kelebihan produk tersebut.

“Karena bisnis seperti cafe shop itu paling lama bertahan tiga tahun, makanya harus inovatif dan kreatif,” ujarnya.

Tantangan yang paling rumit dalam berbisnis, kata Surya, berasal dari diri sendiri. Di bisnis makanan dan minuman mengharuskan update informasi, melakukan inovasi ide, dan tetap kreatif.

Mengatasi penurunan penjualan di masa pandemi Covid-19, menurut Surya bisa dilakukan dengan cara melayani pesanan antar, baik dari rumah maupun kantor swasta dan pemerintah.

“Kami hanya bisa menjual 40 cup per hari di masa pandemi, tapi kami atasi kekurangan ini dengan mengambil katering makanan, walaupun kecil setidaknya bisa survive,” katanya.

Menurut Surya dalam berbisnis harus bisa memanfaatkan media sosial, karena media sosial mampu meningkatkan penjualan. Terlebih di era digital ini orang tidak terlepas dari gawai dan menghabiskan banyak waktu dengannya.

“Lewat media sosial pesanan kopi bisa 5 sampai 10 cup per hari, kalau makanan cukup banyak, bisa 20 sampai 25 kotak per hari,” ujarnya.

Surya sudah lima tahun bergelut di bidang usaha kopi. Ia mengawali semasa kuliah di Bandung. Karena kurang pemasukan dan kebetulan saat itu teman-teman kosnya semua pengusaha kopi. Ia ikut bergabung dan lema-kelamaan tertarik dan memulainya di Bandung, kemudian Medan dan akhirnya di Jayapura apda 2017.

“Saya mulai dari pinggiran jalan selama enam sampai delapan bulan, kemudian mencoba menggaet investor,” katanya.

Menurut Surya kemampuan barista tidak didapatkan secara formal, melainkan melalui pelatihan kopi dasar dan badan sertifikasi barista nasional.

Surya berharap pemuda Papua yang ingin membangun usaha tidak hanya mengikuti tren, melainkan harus betul-betul konsisten dan harus berjiwa usaha.

“Kalau hanya punya modal dan ikut tren tidak usahlah, nanti malah merugikan diri sendiri,” ujarnya.

Sebab usaha tidak hanya bermodalkan uang, melainkan membutuhkan kesiapan secara mental, ide, dan skill. Yang terpenting mendapatkan ilmu baru dari bisnis tersebut. Ia mengaku selalu mengarahkan pegawainya untuk mendapatkan ilmunya terlebih dulu. Setelah itu boleh keluar dan bekerja di luar dengan gaji yang jauh lebih besar.

Pendiri Gabungan Wirausaha Muda Papua (Garap) Alo Jufuway mengatakan pemuda harus banyak memanfaatkan sumber daya alam, terutama dalam bentuk pengembangan skill. Pemuda harus mengasah skill apapun untuk pengembangan diri dan produknya.

“Dan skill dia untuk bermitra dengan wirausaha di Papua maupun di luar Papua,” ujarnya.

Menurut Alo, saat ini pemuda sangat dibutuhkan, karena sebagian besar pelaku ekonomi di Papua adalah orang tua, seperti penjual pinang, noken, dan bermacam produk khas Papua.

“Orang tua paling banyak, anak muda kurang,” katanya.

Setidaknya 99 persen pemuda Papua, kata Alo, harus ada pada sektor pengembangan ekonomi kreatif dan cukup 1 persen di bidang, karena memang pemuda harus berpolitik.

“Tapi kalau ingin saya bilang juga, harus 100 persen, karena kalau anak mudanya sudah kreatif dan pindah ke politik, pasti politiknya lebih kreatif,” ujarnya.

Kendala terbesar yang dihadapi pemuda Papua, katanya, tidak memiliki skill. Banyak orang yang ingin mendapatkan sesuatu tapi tak memiliki skiil.

“Kita bukan tak punya uang, tanya anak muda sekarang, punya motor bagus dia punya, apakah hidup di kos-kosan, ya di di kos-kosan, kuliah ke luar negeri, ya ada yang kuliah ke luar negeri,” katanya.

Jadi masalah pemuda saat ini menurut Alo tidak mempunyai skill. Itulah tujuan Garap melakukan pelatihan untuk mengembangkan skill pemuda Papua. Sasarannya, orang-orang yang datang dapat memberikan dukungan, baik relasi maupun invenstasi akan menghampiri karena pemuda memiliki skill.

Garap sejak 2015 membuat pelatihan bagi pemuda, seperti pelatihan digital marketing, manajemen keuangan, barista, fotografi, dan pelatihan memulai usaha baru.

“Kitong pu (punya) pelatihan paling keren buat orang yang nggak paham bisnis, itu kitong pu pelatihan bisnis metode kanvas, bagaimana bahwa ko pu imajinasi ditaruh di kanvas, jadi metode tinggal dijalankan saja,” ujarnya.

Untuk meningkatkan minat usaha, kata Alo, Garap juga melakukan kegiatan “sharing day” secara offline dan online untuk pelatihan, kelas motivasi, dan pengembangan ide bisnis.

Pengusaha Salon Papua Marlin Olua juga mengatakan pengembangan skill sangat penting karena bisa membantu pemuda membuka usaha.

“Kitong bisa buka usaha, seperti saya bisa buka usaha salon anyaman rambut ini,” ujarnya.

Keterampilan yang dimiliki Olua secara mandiri saat berkerja di salon kecantikan di Expo bersama Isolina Naya dari Kendari pada 2015. Mungkin karena sudah biasa dari dulu menganyam rambut teman-temannya, ia hanya butuh dua minggu untuk belajar.

Olua memulai usaha salonnya di rumah depan gereja Petrus Expo hanya bermodal Rp500 ribu. Sejak dua tahun lalu ia pindah ke lokasi sekarang di kos karena pelanggan sudah mulai ramai.

Olua telah menjalani usahanya empat tahun. Kini saat ramai pelanggannya bisa lima orang dengan tarif Rp800 ribu hingga Rp1 juta.

“Saya pesan rambut secara online dari Cina dan Yogyakarta, karena kualitasnya bagus, lembut saat dianyam,” katanya.

Menurut Olua, bagi perempuan yang hendak memulai usaha harus memiliki keberanian dan harus serius dengan usaha yang digelulitinya.(CR-7)

Editor: Syofiardi

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.